Pemanfaatan Teknologi Informasi
dalam Bidang Pertanian
E-Agriculture
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah
meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk bidang pertanian.
Penetrasi TIK di bidang pertanian ini sering disebut dengan istilah electronic
Agriculture yang disingkat e-Agriculture. FAO mengusulkan defenisi
e-Agriculture sebagai berikut :
“e-Agriculture” is an emerging field in the intersection of agricultural
informatics, agricultural development and entrepreneurship, referring to
agricultural services, technology dissemination, and information delivered or
enhanced through the Internet and related technologies. More specifically, it
involves the conceptualization, design, development, evaluation and application
of new (innovative) ways to use existing or emerging information and
communication technologies (ICTs).
Pada dasarnya e-Agriculture adalah pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi dalam bidang pertanian. Pemanfaatan ini dapat
dilakukan di semua aktivitas pertanian, mulai dari proses produksi sampai pada
pemasaran hasilnya. Pemanfaatan TIK dapat meliputi berbagai aspek, baik itu
perangkat telekomunikasi, komputer ataupun perangkat lunaknya. Tentunya dengan
e-Agriculture ini diharapkan TIK dapat dijadikan sebagai alat untuk membantu
mengatasi berbagai kendala yang ada. Beberapa negara telah memiliki cerita
sukses tentang e-Agriculture ini salah satunya India dengan e-Choupalnya, Demikian pula Jepang dan Korea yang telah memanfaatkan
e-Agriculture. Di Indonesia, pemerintah berupaya untuk memanfaatkan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai instrumen akselerasi pembangunan
pertanian. Dalam Rencana Strategik (RENSTRA) Departemen Pertanian, 2005-2009,
telah dicanangkan kebijakan operasional program TIK, yaitu: (i). Pengembangan
dan Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Statistik Pertanian, (ii). Peningkatan
Pemanfaatan dan Penyebaran Informasi, (iii). Peningkatan Kualitas Sumberdaya
Manusia dalam Bidang Statistik dan Sistem Informasi, dan (iv). Pengembangan dan
Penataan Kelembagaan Sistem Informasi. Di Indonesia terdapat pula organisasi
yang berfokus pada pemanfaatan TIK di bidang pertanian yaitu Himpunan Informatika Pertanian Indonesia (HIPI). Di bawah ini beberapa contoh riset
dan pengalaman pemanfaatan TIK di bidang pertanian:
- Untuk
mendukung perekaman jurnal kegiatan pertanian, Kouno dkk, telah
mengembangkan sebuah sistem yang mengkombinasikan web camera dan sebuah
robot metrologi. Web camera ini secara otomatis mengumpulkan foto-foto
tanaman yang digunakan untuk menganalisa secara jarak jauh (remote)
kondisi dan perkembangan tanaman.
- Sugawara,
mengembangkan sebuah jurnal kegiatan pertanian berbasis mobile-phone untuk
mengumpulkan data pertanian
- Otuka dan
Yamakawa mengembangkan sistem berbasis PDA yang dikombinasikan dengan
Global Positioning System (GPS) untuk mengumpulkan data pertanian dan
lokasinya
- Fukatsu
dkk mengembangkan sistem untuk memonitoring sebuah area pertanian, sistem
ini diberi nama Field Server. Sistem ini memiliki sejumlah
sensor untuk memantau suhu, kelembaban, sinar matahari, kondisi tanah.
Serta memiliki fitur untuk terhubung ke jaringan Internet.
- Seorang
petani jepang yang melengkapi greenhouse-nya dengan sistem web camera yang
semula ditujukan untuk memantau kondisi dan perkembangan tanamannya,
tetapi kemudian sistem ini digunakannya sebagai sistem untuk mempromosikan
tanaman/buah2an yang ada di greenhouse-nya menggunakan web camera untuk
memantau tanamannya dan mengubungkannya ke jaringan Internet, petani ini
menjual tanamannya kepada pembeli dan memberikan kebebasan sang pembeli
memantau perkembangan buah-buahan tersebut melalui web hingga siap
dipanen.
Selain e-Agriculture, dalam bidang
pertanian terdapat pula istilah electronic Agribusiness (e-Agribusiness)
istilah ini mengacu pada kegiatan bisnis di pertanian (agribisnis) seperti
pemasaran hasil-hasil pertanian yang memanfaatkan Teknologi Informasi dan
Komunikasi, salah satu contohnya pemanfaatan e-Commerce untuk bertransaksi
hasil-hasil produksi di bidang pertanian.
Pemanfaatan
TIK dalam Mendukung Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Dalam
mendukung kegiatan pembangunan pertanian berkelanjutan, TIK memiliki peranan
yang sangat penting untuk mendukung tersedianya informasi pertanian yang
relevan dan tepat waktu.
Informasi
pertanian merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam produksi dan
tidak ada yang menyangkal bahwa informasi pertanian dapat mendorong ke arah pembangunan
yang diharapkan. Informasi pertanian merupakan aplikasi pengetahuan yang
terbaik yang akan mendorong dan menciptakan peluang untuk pembangunan dan
pengurangan kemiskinan. Integrasi yang efektif antara TIK dalam sektor
pertanian akan menuju pada pertanian berkelanjutan melalui penyiapan informai
pertanian yang tepat waktu relevan, yang dapat memberikan informasi yang tepat
kepada petani dalam proses pengambilan keputusan berusahatani untuk
meningkatkan produktivitasnya. TIK dapat memperbaiki aksesibilitas petani
dengan cepat terhadap informasi pasar, input produksi, tren konsumen, yang
secara positif berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi mereka. Informasi
pemasaran, praktek pengelolaan ternak dan tanaman yang baru, penyakit dan hama
tanaman/ternak, ketersediaan transportasi, informasi peluang pasar dan harga
pasar input maupun output pertanian sangat penting untuk efisiensi produksi
secara ekonomi (Maureen 2009).
Membangun
sebuah masa depan elektronis (berwawasan TIK) yang berkelanjutan (sustainable
e-future) memerlukan strategi dan program untuk menyiapkan petani dengan
kompetensi TIK. Hal ini bermanfaat untuk mendukung perdagangan dan
kewirausahaan, sehingga pemerintah dapat meningkatkan kapasitas petani untuk
berperan serta dan bermanfaat bagi tiap pertumbuhan ekonomi. Dengan
mengintegrasikan TIK dalam pembangunan pertanian berkelanjutan melalui
peningkatan kapasitas petani, maka petani akan berfikir dengan cara yang
berbeda, berkomunikasi secara berbeda, dan mengerjakan bisnisnya secara
berbeda.
Istilah
pembangunan berkelanjutan pertama kali muncul pada tahun 1980 dalam World
Conservation Strategy dari the International Union for the Conservation
of Nature (IUCN), lalu pada tahun 1981 dipakai oleh Lester R. Brown dalam
buku Building a Sustainable Society (Keraf 2002). Istilah tersebut
kemudian menjadi sangat populer ketika pada tahun 1987 World Commision on
Environment and Development atau dikenal sebagai Brundtland Commision menerbitkan
buku berjudul Our Common Future (Fauzi 2004). Tahun 1992
merupakan puncak dari proses politik yang akhirnya pada Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, paradigma pembangunan
berkelanjutan diterima sebagai sebuah agenda politik pembangunan untuk semua
negara di dunia (Keraf 2002).
Konsep
berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga
pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan multi-interpretasi.
Karena adanya multi-dimensi dan multi-interpretasi ini, para ahli sepakat untuk
sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland
yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang
memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi 2004). Konsep keberlanjutan
ini paling tidak mengandung dua dimensi, yaitu dimensi waktu karena
keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa mendatang,
dan dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan
(Heal 1998 dalam Fauzi 2004).
Pezzey
melihat aspek keberlanjutan dari sisi yang berbeda. Keberlanjutan memiliki
pengertian statik dan dinamik. Keberlanjutan statik diartikan sebagai
pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan,
sementara keberlanjutan dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam
yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah. Adapun Haris
melihat bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman
(Fauzi 2004), yaitu:
1.
Keberlanjutan ekonomi, yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu
menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan
pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat
merusak produksi pertanian dan industri.
2.
Keberlanjutan lingkungan: Sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus
mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya
alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan
keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem lainnya yang
tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
3.
Keberlanjutan sosial: Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang
mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan,
pendidikan, gender dan akuntabilitas politik.
Menurut
Munasinghe (1993), pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga tujuan utama,
yaitu: tujuan ekonomi (economic objective), tujuan ekologi (ecological
objective) dan tujuan sosial (social objective). Tujuan ekonomi terkait dengan
masalah efisiensi (efficiency) dan pertumbuhan (growth); tujuan ekologi terkait
dengan masalah konservasi sumber daya alam (natural resources conservation);
dan tujuan sosial terkait dengan masalah pengurangan kemiskinan (poverty) dan
pemerataan (equity). Dengan demikian, tujuan pembangunan berkelanjutan pada
dasarnya terletak pada adanya harmonisasi antara tujuan ekonomi, tujuan ekologi
dan tujuan sosial.
Menurut
Technical Advisorry Committee of the CGIAR (TAC-CGIAR 1988), “pertanian
berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha
pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan
atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam”
(pengelola usaha tani yang memiliki tingkat keberdayaan berkelanjutan).
Diharapkan pertanian yang berkelanjutan akan menghasilkan pula petani yang
berdaya secara berkelanjutan pula.
Ciri-ciri
pertanian berkelanjutan adalah sebagai berikut:
1.
Mantap secara ekologis, yang berarti
kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara
keseluruhan–dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah
ditingkatkan. Dua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola serta kesehatan
tanaman dan hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis
(regulasi sendiri). Sumber daya lokal digunakan secara ramah dan yang dapat
diperbaharui.
2.
Dapat berlanjut secara ekonomis,
yang berarti petani mendapat penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan,
sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan dan dapat melestarikan sumber
daya alam dan meminimalisasikan risiko.
3.
Adil, yang berarti sumber daya dan
kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga keperluan dasar semua
anggota masyarakat dapat terpenuhi dan begitu juga hak mereka dalam penggunaan
lahan dan modal yang memadai dan bantuan teknis terjamin. Masyarakat
berkesempatan untuk berperanserta dalam pengambilan keputusan di lapangan dan
di masyarakat.
4.
Manusiawi, yang berarti bahwa
martabat dasar semua makhluk hidup (manusia, tanaman, hewan) dihargai dan
menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar (kepercayaan, kejujuran, harga
diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga dan memelihara integritas
budaya dan spiritual masyarakat.
5.
Luwes, yang berarti masyarakat desa
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani yang
berlangsung terus, misalnya, populasi yang bertambah, kebijakan dan permintaan
pasar.
Dalam
“World Summit on the Information Society five years on: Information and
communications Technology for Inclusive Development” (ESCAP 2008)
dinyatakan bahwa wilayah Asia-Pacific menghadapi berbagai tantangan dalam
menghadapi target tujuan pembangunan pada millennium pertama (antara tahun 1990
dan 2015), sejumlah penduduk menderita karena kelaparan. Keberlanjutan
pertanian dan keamanan pangan terancam oleh rendahnya hasil pertanian,
miskinnya pengelolaan sumber daya tanah dan air, serta pendidikan tenaga kerja
bidang pertanian yang berada di bawah standar. Kondisi penduduk tersebut juga
sangat rentan terhadap bencana, seperti keringan, banjir, gempa bumi dan tanah
longsor. Teknologi informasi dan komunikasi dapat diterapkan dalam mendukung
manajemen sumber daya, pemasaran, penyuluhan dan mengurangi resiko kehancuran
untuk membantu negara-negara meningkatkan produksi pangan dan mengurangi
ancaman terhadap ketahanan pangan.
Berdasarkan
penelitian Wahid (2006) terhadap pemanfaatan kafe internet, faktanya diketahui
bahwa penggunaan internet (aplikasi teknologi informasi) cenderung dimanfaatkan
khususnya untuk meningkatkan kapabilitas pendidikan secara personal dan
pengalaman internet, sekolahan di Indonesia dan negara berkembang lainnya dapat
memainkan peranan yang penting dalam mengembangkan sikap dan keahliannya untuk
meningkatkan manfaat sosial dari penggunaan web. Hal ini berarti juga mendidik
masyarakat dalam bagaimana caranya menggunakan web tersebut untuk mencari
informasi yang tepat dan relevan dalam bahasa yang dapat dipahami. Selanjutnya,
Purbo (2002) memiliki argumentasi bahwa pergerakan golongan akar rumput
(grassroots movements) mendorong pengembangan akses dan pemanfaatan internet di
Indonesia.
Meskipun
masih terdapat beberapa kendala sehingga pemanfaatan TIK menjadi sangat komplek
dan sulit untuk diadopsi, TIK sebenarnya dapat menyediakan kesempatan yang
lebih besar untuk mencapai suatu tingkatan tertentu yang lebih baik bagi
petani. Hal ini ditunjukkan ketika beberapa lembaga penelitian dan pengembangan
menyampaikan studi kasus yang mendeskripsikan bagaimana TIK telah dimanfaatkan
oleh petani dan stakeholders usahawan pelaku bidang pertanian sehingga
memperoleh peluang yang lebih besar untuk memajukan kegiatan usahataninya.
Keberhasilan pemanfaatan TIK oleh petani di Indonesia dalam memajukan
usahataninya ditunjukkan oleh beberapa kelompok tani yang telah memanfaatkan
internet untuk akses informasi dan promosi hasil produksinya dengan menggunakan
fasilitas yang disediakan Community Training and Learning Centre (CTLC)
di Pancasari (Bali) dan Pabelan (Salatiga) yang dibentuk Microsoft bekerja sama
dengan lembaga nonprofit di bawah Program Unlimited Potential.
Melalui
akses informasi digital dari internet, petani mengenal teknologi budidaya
paprika dalam rumah kaca. Sejak mengirimkan profil produksi di internet,
permintaan terhadap produk pertanian yang diusahakan terus berdatangan. Promosi
melalui internet dapat memutus hubungan petani dengan tengkulak yang sering
memberikan harga jauh di bawah harga pasar (Sigit et al. 2006). Melalui
Unit Pelayanan Informasi Pertanian tingkat Desa–Program Peningkatan Pendapatan
Petani melalui inovasi (UPIPD-P4MI) yang dilaksanakan oleh Badan Litbang
Pertanian, petani di sekitar lokasi UPIPK sudah memanfaatkan internet untuk
akses informasi dan promosi hasil pertanian yang diusahakan (UPIPD Kelayu
Selatan- P4MI 2009).
Manfaat
yang dapat diperoleh melalui kegiatan aplikasi teknologi informasi dan
komunikasi (Mulyandari 2005), khususnya dalam mendukung pembangunan pertanian
berkelanjutan di antaranya adalah:
1.
Mendorong terbentuknya jaringan informasi pertanian di tingkat lokal dan
nasional.
2.
Membuka akses petani terhadap informasi pertanian untuk: 1) Meningkatkan
peluang potensi peningkatan pendapatan dan cara pencapaiannya; 2) Meningkatkan
kemampuan petani dalam meningkatkan posisi tawarnya, serta 3) Meningkatkan
kemampuan petani dalam melakukan diversifikasi usahatani dan merelasikan
komoditas yang diusahakannya dengan input yang tersedia, jumlah produksi yang
diperlukan dan kemampuan pasar menyerap output.
3.
Mendorong terlaksananya kegiatan pengembangan, pengelolaan dan pemanfaatan
informasi pertanian secara langsung maupun tidak langsung untuk mendukung
pengembangan pertanian lahan marjinal.
4.
Memfasilitasi dokumentasi informasi pertanian di tingkat lokal (indigeneous
knowledge) yang dapat diakses secara lebih luas untuk mendukung pengembangan
pertanian lahan marjinal.
Hambatan
dalam Aplikasi TIK
Meskipun
disadari TIK memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan
pertanian berkelanjutan, namun sampai saat ini petani di dunia, khususnya di
Indonesia masih belum dipertimbangkan dalam bisnis TIK dan lingkungan
kebijakan. Fakta yang agak mengejutkan adalah bahwa aplikasi TIK memiliki
kontribusi yang tidak terukur secara ekonomi bagi masing-masing GDPs.
Dalam
waktu yang sama, pemanfaatan TIK dalam pembangunan pertanian berkelanjutan
membutuhkan proses pendidikan dan peningkatan kapasitas karena masih terdapat
kesenjangan secara teknis maupun keterampilan dalam bisnis secara elektronik
(e-business).
Survei
yang dilakukan oleh the International Society for Horticultural Sciences (ISHS)
telah mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam mengadopsi TIK oleh petani
khususnya petani hortikultura, yaitu: keterbatasan kemampuan; kesenjangan dalam
pelatihan (training), kesadaran akan manfaat TIK, waktu, biaya dari teknologi
yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software. Partisipan
dari negara-negara maju menekankan pada hambatan: tidak adanya manfaat ekonomi
yang dapat dirasakan, tidak memahami nilai lebih dari TIK, tidak cukup memiliki
waktu untuk menggunakan teknologi dan tidak mengetahui bagaimana mengambil
manfaat dari penggunaan TIK. Responden dari negara-negara berkembang menekankan
pentingnya “biaya teknologi TIK” dan “kesenjangan infrastruktur teknologi.”
Hasil kuesioner dari the Institute for Agricultural and Fisheries Research sejalan
dengan survei ISHS dan survey dari the European Federation for Information
Technology in Agriculture (EFITA) yang mengindikasikan adanya suatu
pergeseran dari kecakapan secara teknis TIK sebagai suatu faktor pembatas
menuju pada kesenjangan pemahaman bagaimana mengambil manfaat dari pilihan TIK
yang bervariasi (Taragola et al. 2009).
TIK
memiliki peranan yang sangat penting dalam pertanian modern dan menjaga
keberlanjutan pertanian dan ketahanan pangan. Namun demikian, untuk wilayah
negara-negara berkembang masih banyak mengalami kendala dalam aplikasinya untuk
mendukung pengembangan pertanian berkelanjutan. Tantangan yang umum dihadapi
adalah bahwa akses telepon dan jaringan elektronik di perdesaan dan wilayah
terpencil (remote area) sangat terbatas; telecenter yang menawarkan
layanan TIK masih langka karena biaya yang diperlukan akibat tingginya
investasi dan biaya operasional yang dibutuhkan. Kekurangan pada tingkatan
lokal dalam aplikasi TIK perlu dipikirkan dalam merancang strategi aplikasi TIK
sesuai dengan kondisi di lapangan yang spesifik lokasi baik melalui kapasitas
teknologi tradisional, seperti siaran radio. emerintah dan masyarakat perdesaan
dapat bekerja bersama untuk melayani pengguna atas dasar profitabilitas di
samping ada unsur sosial untuk mendukung keberlanjutan aplikasi TIK di tingkat
perdesaan.
Berdasarkan
Survei yang dilakukan oleh the International Society for Horticultural
Sciences (ISHS) hambatan-hambatan dalam mengadopsi TIK oleh petani
khususnya petani hortikultura, yaitu: keterbatasan kemampuan; kesenjangan dalam
pelatihan (training), kesadaran akan manfaat TIK, waktu, biaya dari teknologi
yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software. Untuk
responden dari negara-negara berkembang menekankan pentingnya “biaya teknologi
TIK” dan “kesenjangan infrastruktur teknologi (Taragola et al. 2009).
Beberapa
hambatan dalam aplikasi TIK untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan
yang berhasil diidentifikasi oleh Sumardjo et al. (2009) secara ringkas
adalah sebagai berikut:
1.
Belum adanya komitmen dari manajemen di level stakeholders managerial yang
ditunjukkan dengan adanya kebijakan yang belum konsisten.
2.
Kemampuan tingkat manajerial pimpinan di level stakeholders (khususnya
di lingkup pemda dan dinas kabupaten) sebagian besar masih belum memiliki
kapasitas di bidang teknologi informasi, sehingga banyak sekali proses
pengolahan input yang seharusnya dapat difasilitasi dengan aplikasi teknologi
informasi tidak diperhatikan dan bahkan cenderung dihindari penerapannya.
3.
Sebagian besar level manajerial belum mengetahui secara persis konsep aplikasi
teknologi informasi, sehingga berimplikasi pada rendahnya aplikasi teknologi
informasi untuk mendukung operasionalisasi pelaksanaan tugas sehari-hari.
4.
Infrastruktur penunjang tidak mendukung operasi pengelolaan dan penyebaran
informasi pertanian yang berbasis teknologi informasi, seperti misalnya pasokan
listrik yang masih kurang memadai, perlengkapan hardware tidak tersedia
secara mencukupi baik kualitas maupun kuantitasnya, gedung atau ruangan yang
tidak memadai, serta jaringan koneksi internet yang masih sangat terbatas
(khususnya untuk wilayah remote area).
5.
Biaya untuk operasional aplikasi teknologi informasi untuk akses dan
pengelolaan informasi yang disediakan oleh pemerintah daerah khususnya sangat
tidak memadai terutama untuk biaya langganan ISP untuk pengelolaan informasi
yang berbasis internet.
6.
Infrastruktur telekomunikasi yang belum memadai dan mahal. Kalaupun semua
fasilitas ada, harganya masih relatif mahal.
7.
Tempat akses informasi melalui aplikasi teknologi informasi sangat terbatas. Di
beberapa tempat di luar negeri, pemerintah dan masyarakat bergotong-royong
untuk menciptakan access point yang terjangkau, misalnya di perpustakaan
umum (public library). Di Indonesia hal ini seharusnya dapat dilakukan di
kantor pos, kantor pemerintahan dan tempat-tempat umum lainnya.
8.
Sebagian usia produktif dan yang bekerja di lembaga subsistem jaringan
informasi inovasi pertanian tidak berbasis teknologi informasi, sehingga semua
pekerjaan jalan seperti biasanya dan tidak pernah memikirkan efisiensi atau
pemanfaatan teknologi informasi yang konsisten.
9.
Dunia teknologi informasi terlalu cepat berubah dan berkembang, sementara
sebagian besar sumber daya manusia yang ada di lembaga subsistem jaringan
informasi inoasi pertanian cenderung kurang memiliki motivasi untuk terus
belajar mengejar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga
seringkali kapasitas SDM yang ada tidak dapat mengikuti perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi dan cenderung menjadi lambat dalam menyelesaikan
tugas.
10.
Kemampuan kapasitas SDM dalam aplikasi teknologi informasi dan komunikasi,
khususnya di level penyuluh pertanian ataupun fasilitator tingkat desa sebagai
motor pendamping pelaksana pembangunan pertanian di daerah masih sangat
terbatas.
11.
Keterbatasan kemampuan dan pengetahuan petani atau pengguna akhir dalam
pemanfaatan teknologi informasi dalam akses informasi inovasi pertanian dan
mempromosikan produknya ke pasar yang lebih luas.
12.
Dari segi sosial budaya, kultur berbagi masih belum membudaya. Kultur berbagi
(sharing) informasi dan pengetahuan untuk mempermudah akses dan pengelolaan
informasi belum banyak diterapkan oleh anggota lembaga stakeholders. Di
samping itu, kultur mendokumentasikan informasi/data juga belum lazim,
khususnya untuk kelembagaan yang berada di daerah.
Rekomendasi
Aplikasi TIK dalam Mendukung Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan
Studi
yang telah dilakukan oleh ENRAP di Asia Pasifik (termasuk di Indonesia)
menemukan bahwa kesuksesan (efektivitas) intervensi aplikasi TIK utamanya
tergantung pada dampaknya terhadap mata pencaharian dan aset mata pencaharian.
Keberlanjutan (sustainability) suatu intervensi aplikasi TIK memiliki mempunyai
dua aspek penting, yaitu: kemampuan dalam melanjutkannya dalam jangka panjang
dan kemampuannya untuk mengurangi sifat mudah terlukanya (vulnerabilities) dari
target beneficiaries.
Adapun
kesadaran dan komitmen stakeholders, ketepatan relevansi isi, penggunaan
bahasa lokal dan upaya penyediaan akses terhadap intervensi TIK adalah faktor
kritis lain yang penting bagi keefektivan dan kesuksesan dari suatu intervensi
aplikasi ICT yang ditargetkan bagi kehidupan masyarakat perdesaan. Intervensi
yang bersifat demand-driven dalam fungsinya seperti halnya teknologi
tepat guna (sesuai dengan yang dipilih atau diinginkan pengguna) mempunyai
prevalensi kesuksesan yang lebih tinggi (ENRAP 2009).
Perkembangan
TIK seperti komputer dan teknologi komunikasi, khususnya internet dapat
digunakan untuk menjembatani informasi dan pengetahuan yang tersebar di antara
yang menguasai informasi dan yang tidak. Akses terhadap komunikasi digital membantu
meningkatkan akses terhadap peluang pendidikan, meningkatkan transparansi dan
efisiensi layanan pemerintah, memperbesar partisipasi secara langsung dari ”used-to-be-silent-public”
(masyarakat yang tidak mampu berpendapat) dalam proses demokrasi, meningkatkan
peluang perdagangan dan pemasaran, memperbesar pemberdayaan masyarakat dengan
memberikan suara kepada kelompok yang semula tidak bersuara (perempuan) dan
kelompok yang mudah diserang, menciptakan jaringan dan peluang pendapatan untuk
wanita, akses terhadap informasi pengobatan untuk masyarakat yang terisolasi
dan meningkatkan peluang tenaga kerja (Servaes 2007).
Salah
satu yang direkomendasikan untuk implementasi TIK dalam pemberdayaan di negara
berkembang adalah sebuah telecenter atau pusat multimedia komunitas yang
terdiri atas desktop untuk penerbitan, surat kabar komunitas, penjualan
atau penyewaan alat multimedia, peminjaman buku, fotokopi, dan layanan
telepon/faks. Apabila memungkinkan dapat pula dilengkapi dengan akses internet
dan penggunaan telepon genggam untuk meningkatkan akses pengusaha dan petani di
perdesaan akses informasi untuk meningkatkan kesejahterannya. TIK merupakan
alat yang sangat bermanfaat untuk knowledge sharing, namun seringkali
belum dapat memecahkan permasalahan pembangunan yang disebabkan oleh isu
sosial, ekonomi dan politik. Informasi pun seringkali belum dapat digunakan
sebagai pengetahuan karena belum mampu diterjemahkan langsung oleh masyarakat
(Servaes 2007).
Leeuwis
(2004) menyatakan bahwa pesan dan teknologi (inovasi) pertanian yang
dipromosikan oleh agen penyuluhan sering tidak sesuai dan tidak mencukupi. Hal
ini memberikan implikasi bahwa informasi yang ditujukan pada petani dan agen
penyuluh sangat terbatas karena beberapa faktor, di antaranya adalah: staf
universitas dari disiplin yang berbeda, peneliti yang terlibat, politisi,
pengambil kebijakan, agroindustri dan birokrat yang memainkan peranan dalam
proses promosi inovasi pertanian tersebut. Konsekuensinya, inovasi yang terpadu
hanya dapat diharapkan muncul ketika berbagai aktor (termasuk petani), yang
dapat mempengaruhi kecukupan pengetahuan dan teknologi, bekerjasama untuk
memperbaiki kinerja kolektif. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dilakukan
upaya untuk memperbaiki fungsi dari sistem pengetahuan dan informasi pertanian
(Agricultural Knowledge and Information System–AKIS).
Sistem
pengetahuan dan informasi pertanian dapat berperan dalam membantu petani dengan
melibatkannya secara langsung dengan sejumlah besar kesempatan, sehingga mampu
memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi faktual di lapangan.
Peningkatan efektivitas jejaring pertukaran informasi antarpelaku agribisnis
terkait merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem pengetahuan dan informasi
pertanian. Dengan dukungan implementasi TIK serta peran aktif berbagai
kelembagaan terkait upaya untuk mewujudkan jaringan informasi inovasi bidang
pertanian sampai di tingkat petani dapat diwujudkan. Keberhasilan proses knowledge
sharing inovasi pertanian sangat bergantung pada peran aktif dari berbagai
institusi terkait yang memiliki fungsi menghasilkan inovasi pertanian maupun
yang memiliki fungsi untuk mengkomunikasikan inovasi pertanian.
Rekomendasi
aplikasi TIK dalam mendukung pembangunan pertanian yang berkelanjutan adalah
aplikasi TIK yang mendorong terjadinya knowledge sharing untuk
meningkatkan fungsi sistem pengetahuan dan informasi pertanian. Dengan
demikian, aplikasi TIK tersebut dapat berperan dalam membantu petani dengan
melibatkannya secara langsung dengan sejumlah besar kesempatan, sehingga mampu
memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi faktual di lapangan.
Peningkatan efektivitas jejaring pertukaran informasi antarpelaku agribisnis
terkait merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem pengetahuan dan
informasi pertanian. Dengan dukungan TIK serta peran aktif berbagai kelembagaan
pengetahuan terkait pertanian dan kelembagaan-kelembagaan pendukung lainnya
yang berpotensi untuk bersinergi, upaya untuk mewujudkan jaringan informasi
bidang pertanian sampai di tingkat kelompok petani dapat diwujudkan.
Keberhasilan proses knowledge sharing inovasi pertanian sangat
bergantung pada peran aktif dari berbagai institusi terkait yang memiliki
fungsi menghasilkan inovasi pertanian maupun yang memiliki fungsi untuk
memproses dan mengkomunikasikan inovasi pertanian berkelanjutan, khususnya
penyuluh pertanian dan petani.
Berdasarkan
permasalahan yang masih banyak dihadapi dalam implementasi TIK untuk mendukung
pembangunan pertanian, maka aplikasi TIK dapat dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kondisi kesiapan sumber daya yang ada di daerah. Aplikasi TIK diarahkan
untuk mendukung percepatan akses pelaku pembangunan pertanian terhadap sumber
informasi yang dibutuhkan sekaligus merupakan sarana untuk mempercepat proses
pertukaran informasi antarpihak-pihak terkait dalam proses pembangunan
pertanian berkelanjutan.
Mengingat
keterbatasan sumber daya dan pengetahuan pelaku pembangunan pertanian di level grass
root, maka aplikasi TIK perlu dimodifikasikan dengan media konvensional.
Berbagai sarana telekomunikasi dan media komunikasi dapat difungsikan untuk
mempercepat proses berbagi pengetahuan di setiap level pelaku pembangunan
pertanian. Aplikasi TIK dapat diterapkan sampai di level kecamatan dalam bentuk
pusat-pusat informasi pertanian untuk mempercepat proses berbagi pengetahuan
antara pelaku pembangunan pertanian sampai di tingkat kecamatan dengan pelaku
pembangunan pertanian di tingkat regional, nasional, bahkan global. Selanjutnya
informasi yang diperoleh malalui aplikasi teknologi informasi, misalnya
internet dapat disederhanakan dan dikemas kembali sesuai kebutuhan dan
karakteristik pengguna akhir oleh penyuluh pertanian atau fasilitator baik
formal maupun nonformal. Informasi yang sudah diolah dan dikemas kembali dalam
format yang sesuai dengan karakteristik pengguna dapat disebarkan lebih lanjut
melalui berbagai media komunikasi yang tersedia di tingkat pelaku pembangunan
pertanian sampai di tingkat petani. Sebaliknya, informasi yang berasal dari
pelaku pembangunan pertanian yang berada di grass root juga dapat
didokumentasikan sebagai indigenous knowledge yang dapat dijadikan
sebagai bahan pengambil kebijakan maupun pengembangan pengetahuan lebih lanjut.
Komunikasi
banyak langkah masih relevan untuk diterapkan dalam mendukung percepatan proses
berbagi pengetahuan di antara pelaku pembangunan pertanian sehingga pembangunan
pertanian dapat berlangsung secara berkelanjutan. Secara ringkas mekanisme
aplikasi TIK yang dimodifikasikan dengan komunikasi banyak langkah untuk
mempercepat proses berbagi pengetahuan di setiap level pelaku pembangunan
pertanian (dimodifikasi dari Mulyandari 2005). Dalam strategi rancangan
aplikasi TIK dalam mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan, terdapat tiga
tahapan utama dengan asumsi di tingkat kecamatan dibangun pusat informasi
pertanian di tingkat kabupaten dapat operasional secara optimal.
Internet memberi informasi kepada para petani
dalam pemeliharaan tanaman dan hewan, pemberian pupuk, irigasi, ramalan cuaca
dan harga pasaran. Manfaat internet menguntungkan para petani dalam hal
kegiatan advokasi dan kooperasi.
Internet juga bermanfaat untuk mengkoordinasikan
penanaman agar selalu ada persediaan di pasar, lebih teratur dan harga jual normal.
Jika para petani memerlukan informasi khusus yang tidak dapat segera dilayani
para petugas penyuluhan pertanian, maka mereka bisa mendapatkan informasi
tersebut dari internet.
Dengan lancarnya arus informasi, keterlambatan
dan miskomunikasi mengenai penanaman, pemupukan, penyemprotan, pemanenan,
pengeringan, dan penjualan hampir tidak terjadi lagi. Koperasi dapat mengetahui
kebutuhan mingguan para petani secara akurat dan menjadwalkannya dengan baik,
musim panen dapat dirotasi, harga lebih stabil, sementara koperasi dapat
menjadi pengumpul dan pemasar hasil produksi langsung kepada konsumen akhir.
Peran tengkulak dan pengijon secara bertahap dieliminasi.
Harapannya TIK ini dapat digunakan oleh sebanyak
mungkin petani Indonesia atau bahkan para petani di dunia agar produktivitas
padi mereka meningkat, dan dijadikan sebagai alat
pengembangan pertanian, demikian
pula untuk kesejahteraan hidupnya.
Berikut kesimpulan yang dapat ditarik:
Pembangunan
pertanian dan perdesaan yang berkelanjutan merupakan isu penting strategis yang
universal diperbincangkan dewasa ini. Dalam menghadapi era globalisasi
pembangunan pertanian berkelanjutan tidak terlepas dari pengaruh pesatnya
perkembangan iptek termasuk perkembangan di bidang teknologi informasi dan
komunikasi. Integrasi yang efektif antara TIK dalam sektor pertanian akan
menuju pada pertanian berkelanjutan melalui penyiapan informai pertanian yang
tepat waktu relevan, yang dapat memberikan informasi yang tepat kepada petani
dalam proses pengambilan keputusan berusahatani untuk meningkatkan
produktivitasnya. TIK dapat memperbaiki aksesibilitas petani dengan cepat
terhadap informasi pasar, input produksi, tren konsumen, yang secara positif
berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi mereka. Informasi pemasaran, praktek
pengelolaan ternak dan tanaman yang baru, penyakit dan hama tanaman/ternak,
ketersediaan transportasi, informasi peluang pasar dan harga pasar input maupun
output pertanian sangat penting untuk efisiensi produksi secara ekonomi.
Beberapa
hambatan dalam aplikasi TIK untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan
di antaranya adalah: belum adanya komitmen dari manajemen di level stakeholders
managerial, SDM tingkat manajerial pimpinan di level stakeholders sebagian
besar masih belum memiliki kapasitas di bidang teknologi informasi,
infrastruktur penunjang tidak mendukung operasi pengelolaan dan penyebaran
informasi pertanian yang berbasis teknologi informasi, biaya untuk operasional
aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension yang
disediakan oleh pemerintah daerah khususnya sangat tidak memadai terutama untuk
biaya langganan ISP untuk pengelolaan informasi yang berbasis internet, tempat
akses informasi melalui aplikasi teknologi informasi sangat terbatas, dan dari
segi sosial budaya, kultur berbagi masih belum membudaya.
Mengingat
keterbatasan sumber daya dan pengetahuan pelaku pembangunan pertanian di level grass
root, maka aplikasi TIK perlu dimodifikasikan dengan media konvensional.
Berbagai sarana telekomunikasi dan media komunikasi dapat difungsikan untuk
mempercepat proses berbagi pengetahuan di setiap level pelaku pembangunan
pertanian. Komunikasi banyak langkah masih relevan untuk diterapkan dalam
mendukung percepatan proses berbagi pengetahuan di antara pelaku pembangunan
pertanian sehingga pembangunan pertanian dapat berlangsung secara
berkelanjutan.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Bidang Pangan
Selain
dimanfaaatkan dalam bidang pertanian, teknologi informasi juga dimanfaatkan
dalam bidang pangan. Salah satu pemanfaatannya yaitu pembuatan paket
informasi berupa audio-visual dan CD interaktif yang bertemakan pangan yang diintegrasikan ke
dalam sebuah situs/website agar masyarakat luas dapat mengakses dan
mengambil manfaat dari informasi yang disampaikan. CD interaktif yang
mengangkat tema pangan ini misalnya saja membahas pangan olahan yang dapat
dibuat dengan menggunakan jagung dan nanas. Pengembangan paket informasi website
dilakukan dengan menggunakan open source, dimana paket informasi audiovisual
dan CD interaktif yang diintegrasikan kedalam website diubah formatnya
terlebih dahulu agar sesuai dengan standar dan untuk kemudahan/kelancaran
akses.
Paket informasi yang dikembangkan
mudah untuk digunakan serta memiliki nilai manfaat serta banyak orang yang
menyukai paket informasi ini. Paket informasi yang diintegrasikan tersebut
diharapkan dapat menjadi sumber acuan informasi bagi masyarakat yang ingin
mengetahui segala hal tentang pangan olahan melalui pemanfaatan teknologi informasi
dan multimedia. Dengan kata lain, pemasangan iklan di internet pada situs-situs
tertentu akan mempermudah kegiatan promosi dan pemasaran suatu produk. Diharapkan
pula paket informasi yang dikembangkan ini dapat menambah dan melengkapi
koleksi informasi mengenai pangan dalam rangka usaha untuk memperbaiki kualitas
pangan di Indonesia.
Sumber:
·
Seishi Ninomiya.National Agriculture Research
Center. Successfull Information Technology (IT) for Agriculture and Rural
Development.
·
Soekartawi.e-AGRIBISNIS: TEORI DAN
APLIKASINYA.Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007).
kunjungi balik ya BBM TRANSPARANT
BalasHapusBest 5 casinos in Michigan and how to play - DRMCD
BalasHapusBest online 시흥 출장마사지 casino in Michigan and how to play casinos like Caesars 삼척 출장안마 and Unibet 경산 출장안마 are one 정읍 출장마사지 of the reasons why Michigan gaming laws have 과천 출장마사지 been